Romantika Dua Saudara-06
Hari itu Bang Atin mengajak Kak Antan untuk pergi berburu ke hutan.
Bang Atin bercerita bahwa dia sering berburu dan dapat banyak hewan
seperti pelanduk, kancil dan bahkan ada rusa juga. Mendengar hal itu
tentu saja kakakku sangat tertarik. Setelah makan pagi mereka berdua
berangkat dengan peralatan yang telah disiapkan oleh Bang Atin.
Tinggallah aku sendiri di rumah itu. Di rumah tersebut aku bekerja
mencuci pinggan mangkok yang sudah kotor serta juga mencuci kain-kain
yang sudah kotor. Saat itu memang masih kurasakan perih di
selangkanganku, apalagi bila kena air, karena pengobatan yang dilakukan
oleh Bang Atin. Setelah selesai semua pekerjaan tersebut lalu aku
tidur-tiduran di kamar. Aku merenung mengenang masa lalu dan memikirkan
tentang apa yang baru saja kualami.
Akhirnya dengan tanpa sadar aku pun tertidur. Aku terbangun dari
tidurku setelah ada suara yang memanggilku dari luar rumah. Aku terus
bangun dan keluar membukakan pintu, ternyata Bang Atin telah pulang
dari berburu dengan membawa seekor pelanduk. Hari saat itu baru
kira-kira tengah hari karena kulihat matahari tepat berada di atas
kepala. Namun aku menjadi heran kenapa Bang Atin pulang sendirian.
Seharusnya dia pulang bersama kakakku. Bang Atin tersenyum kepadaku.
Setelah meletakkan hasil buruannya di lantai, dia merengkuh kepalaku
dan langsung mencium pipiku. Aku terkejut karena keherananku belum
terjawab.
Akhirnya aku pun bertanya: "Bang, Kak Antan mana?" tanyaku padanya.
"Oo, kakakmu masih berburu di hutan. Aku tadi berjanji kepadanya pada
waktu sedang dalam perjalanan ke hutan, apabila nanti dapat satu ekor
hewan maka akan Abang Atin antarkan langsung pulang agar dapat dimasak
oleh Adik Munah. Selain itu Abang juga sampaikan padanya bahwa Abang
akan mengobatimu siang ini sebentar," cerita Bang Atin panjang lebar.
Mendengar cerita itu tahulah aku apa yang akan terjadi. Pastilah epot
mungilku ini nanti akan jadi bulan-bulanan kitang Bang Atin. Belum
sempat aku berpikir tentang itu, tangan Bang Atin telah merengkuh
tanganku dan menarikku ke kamar. Setelah sampai di kamar Bang Atin
menyuruhku berbaring di ranjang sementara itu dia pergi keluar dan
tampaknya dia pergi menutup pintu. Kemudian dia masuk lagi dan dengan
tergesa-gesa dia menanggalkan pakaian berburunya satu persatu hingga
akhirnya dia telanjang bulat. Dia memandangku dengan sorot mata tajam
seperti hendak menelanku saja.
Hari inilah baru pertama kali aku melihat tubuhnya dengan jelas karena
semalam aku hanya melihatnya dalam keremangan sinar lampu togok. Dengan
jelas kulihat raut tubuhnya yang hitam manis berminyak diselingi
bulubulu halus di sekujur tubuhnya. Aku melihat jelas kitang Bang Atin
yang berwarna hitam berurat itu sedang tegak-tegaknya. Dengan tersenyum
dia mendekatiku dan menaiki ranjang tersebut. Hatiku terkesiap dan
merasakan akan terjadi sesuatu yang di luar perkiraanku. Dia menyuruhku
segera membuka pakaian.
"Munah, tolong buka pakaianmu!" perintahnya padaku.
"Ii.. I.. Ya," jawabku.
Aku segera duduk dan mulai membuka satu persatu pakaianku mulai
dari baju dan terus ke sarung yang kupakai. Sambil membuka baju aku
merasakan dia mempermainkan kitangnya di punggungku. Ikh, terasa benda
itu menggesek-gesek pinggulku. Setelah aku bugil tanpa sehelai benang
pun, dia merengkuh bahuku dan langsung membaringkanku di atas ranjang
itu. Aku ditelentangkannya sambil tangannya mengelus tubuhku dari dada
sampai ke perut. Kemudian dia mulai merangkak ke atasku dan bertumpu
pada kedua sikunya. Sementara itu aku merasakan tubuh bagian bawahnya
sudah merapat ke pahaku. Sangat nyata kurasakan kitang Bang Atin yang
sudah keras itu menusuk selangkanganku. Berat tubuhnya menambah
tertekannya epotku oleh kitangnya.
"Sayang, Abang tadi waktu berburu ingat dengan Munah. Abang masih
merasakan kenikmatan sewaktu mengobatimu tadi malam," katanya setengah
berbisik padaku.
Aku hanya mengangguk saja. Kemudian Bang Atin memulai operasinya pada
tubuhku dengan menggelitik telingaku dengan ujung lidahnya. Seterusnya
dia semakin ke bawah menggerakkan lidahnya hingga sampai pada leherku
dan berputar-putar di situ. Dengan gemasnya Bang Atin melumat-lumat
bibirku entah beberapa puluh kali hingga aku merasa kegelian.
Selanjutnya Bang Atin mengisap-isap puting susuku bergantian kiri kanan
dengan rakusnya hingga kadang-kadang aku merasa kesakitan. Sementara
itu aku juga merasakan tekanan-tekanan pada selangkanganku oleh kitang
Bang Atin semakin kuat saja. Bang Atin sedikit mengangkat badannya dan
mulailah kitangnya menusuk-nusuk epot mungilku ini.
Aku merasakan bibir-bibir epotku timbul tenggelam seiring tusukannya.
Semakin lama dia menekan-nekan kitangnya semakin basah epotku dan
semakin terasa keenakannya hingga akhirnya kitang Bang Atin yang
lumayan itu mulai menyeruak ke antara bibir epotku. Masuk sedikit demi
sedikit seiring tarik dorong yang di lakukannya. Cukup lama juga dia
berusaha menerobos epotku dengan cara begitu sampai keringatnya
membanjiri tubuhnya dan menetes di dadaku. Setelah sekian lama terasa
sudah separuh kitangnya yang masuk namun dia tetap menarik dan
mendorong ke keluar dan kedalam.
"Aww, sakiit, Baang!" teriakku ketika satu hentakan yang sangat kuat menghantam epotku.
Rupanya Bang Atin sengaja mempermainkan aku dengan menunda-nunda
memasukkan kitangnya. Sekarang kitang besar itu sudah terbenam habis
dan sudah bersarang dalam epotku. Selangkangan kami sudah bertaut tidak
ada jarak lagi. Tubuh kami telah menyatu, keringat Bang Atin pun sudah
membasahi dada dan perutku. Bang Atin merapatkan tubuhnya
serapat-rapatnya sehingga aku jadi sesak untuk bernafas. Sementara itu
rasa perih juga masih terasa pada epotku yang saat ini menampung benda
besar itu. Benda itu masih diam di sarangnya tanpa gerak dan secara
otomatis epotku menyesuaikan diri dengan kehadirannya.
Tidak berapa lama kemudian aku sudah merasakan gerakan-gerakan
kitangnya menerjang ke atas dan ke bawah. Seiring dengan itu tubuh Bang
Atin bergerak lincah menggesek dan menggilas tubuhku. Semakin lama
semakin kurasakan rangsangan yang enak melanda epotku. Berjuta-juta
rasa nikmat melanda seiring terjangan-terjangan kitang Bang Atin dan
ditambah lagi cumbuan-cumbuannya pada leher dan seluruh wajahku.
"Alangkah nikmatnya pengobatan ini," pikirku saat itu.
Setelah agak lama menyodok keluar masuk, aku merasakan jemari
tangan Bang Atin menyelinap ke bawah bongkahan pantatku. Kemudian
kurasakan tangan itu meremasremas pantatku, sehingga ada kenikmatan
lain yang kurasakan. Selanjutnya kedua tangannya mendekap erat pantatku
hingga kurasakan epotku merapat erat dengan milik Bang Atin. Ketika
itulah dia memutar-mutar pinggulnya yang menimbulkan kenikmatan luar
biasa bagiku.
"Ohh.. Ohh.. Ohh.." rintihku saat itu karena meregang nikmat.
Kemudian tubuhku mengejang dan bergetar sejadi-jadinya karena
orgasme yang telah melanda diriku. Tidak berapa lama kemudian dengan
beringasnya Bang Atin menggoyang tubuhku kuat sekali dan..
Crot.. Crot.. semburan cairannya memenuhi ruang epotku. Kami berdua
terkapar lemas, Bang Atin kemudian mencabut kitangnya dan berbisik
padaku.
"Munah, kamu istirahat di rumah ya? Masak daging pelanduk tadi dan
makan sepuaspuasmu. Nanti malam Abang akan mengobatimu lagi," bisiknya
lembut dekat telingaku.
Kemudian dia bergegas berpakaian dan langsung pergi meninggalkanku. Dia
kembali pergi menemui kakakku Antan yang sedang berburu di hutan.
Sorenya mereka kembali dari berburu dan mendapat banyak hewan buruan
seperti kancil dan pelanduk serta ayam hutan. Bang Atin dan kakakku
sibuk membersihkan hasil buruan mereka dan sebagian dimasak sore itu
juga. Malamnya kami pun makan bersama. Setelah selesai makan dan
bercerita sebentar, semuanya bersiap-siap untuk tidur. Kakakku Antan
karena sangat capek berburu langsung tertidur lelap di ranjang ruang
tengah.
Sementara itu aku mulai beringsut ke kamar dan berbaring di ranjang.
Mataku menerawang membayangkan akan terjadi lagi pengobatan rutin oleh
Bang Atin. Benar saja! Sebentar kemudian Bang Atin telah muncul di
kamar dan naik ke ranjang. Dia langsung memelukku dan menciumiku
bertubi-tubi, dia sangat rindu dan bernafsu sekali. Malam itu adalah
seperti malam sebelumnya, Bang Atin sampai tiga kali mengarungi
kenikmatan bersamaku hingga paginya. Pertama sekali ketika akan tidur,
selanjutnya ketika aku terjaga tengah malam dia telah lebih dahulu
menaiki tubuhku dan terakhir ketika pagi harinya.
Aku terbangun paginya ketika matahari sudah meninggi. Bang Atin dan Kak
Antan sudah tidak di rumah lagi, mereka telah berangkat berburu. Hari
itu adalah hari kedua kami di rumah Bang Atin. Kira-kira tengah harinya
kembali aku dikejutkan dengan kedatangan Bang Atin dari berburu.
Herannya masih seperti hari sebelumnya hanya dia sendiri yang pulang,
namun hari ini dia tidak membawa hewan buruan. Dia cuma membawa
dedaunan hutan. Katanya dedaunan ini agar disayur saja sebagai obat.
Ketika kutanyakan keberadaan kakakku, dia bilang bahwa kakakku lagi
berburu dan menunggu di hutan. Bang Atin minta izin pada kakakku
mengantarkan dedaunan tersebut untuk obatku. Aku tahu apa yang akan
terjadi. Pasti sebentar lagi aku akan bergumul dengan kitang Bang Atin.
Dan benar saja, setelah Bang Atin keluar dari kamar mandi langsung saja
mengajakku ke ranjang di kamar. Dengan pasrah aku menurut perintahnya
untuk membuka seluruh pakaian. Kejadian seperti hari kemarin kembali
terjadi, namun hari ini aku betul-betul menikmati permainan obat Bang
Atin. Hari ini aku diberikan sebuah cara yang menurutku cukup nikmat
yaitu ketika kitangnya sedang enak-enaknya membenam dalam epotku,
posisi kami dibaliknya sehingga aku tepat berada di atasnya. Pinggulku
digoyang-goyangnya sehingga kenikmatan kitangnya dapat kuatur sesuai
seleraku.
Aku betul-betul menikmati permainan ini. Sambil mengatur kenikmatan
kitang Bang Atin, aku merasakan bibir-bibirnya mengecup ganas puting
susuku sehingga aku semakin berkelojotan dan akhirnya mengejang menahan
kenikmatan orgasme. Melihat aku terkapar lemas, Bang Atin membalikkan
posisi. Sekarang dia berada di atasku, dengan bersemangat dan bernafsu
sekali dia mengerjai epotku menyudahi permainan ini. Dia menghabiskan
beberapa waktu untuk mengobarak-abrik empotku hingga akhirnya aku
kembali orgasme dan terakhir dia menyemprotkan cairan itu ke dalam
epotku.
Selama tiga malam dan tiga hari itu aku betul-betul diobati Bang Atin
sepuaspuasnya. Ketika kakakku terlelap dan ketika berburu dia
berkesempatan melakukan itu kepadaku. Malam hari entah beberapa kali
aku harus pergi ke sumur untuk membersihkan epotku dari sperma Bang
Atin, sambil lewat aku memperhatikan bahwa Kak Antan malah enak-enaknya
tidur lelap di ruang tengah. Sementara itu aku membanting tulang
melayani keperkasaan Bang Atin di ranjang. Bahkan pada saat-saat
perpisahan kami di hari ketiga, siang itu Bang Atin meminta kepada
kakakku untuk mengobatiku sebentar di kamar. Anehnya, kakakku malah
mengiyakan hingga terjadilah kembali pergumulan perpisahan yang
betul-betul dimanfaatkan Bang Atin untuk menghajar dan mengobarak-abrik
milikku dengan sepuas-puasnya.
Dengan senyum kemenangan Bang Atin berpesan padaku agar aku tetap
menjaga tubuh dengan baik, kalau menginginkan hal seperti ini lagi agar
aku mendatanginya. Dia malah mengajakku agar tinggal saja bersamanya,
namun aku tidak mau karena memikirkan kakakku.
*****
Demikianlah cerita ini berakhir bersama Bang Atin saat itu. Petualangan pun kami mulai lagi bersama Kak Antan.